Pandangan Madzhab Ahlulbait Tentang Shalat Tarawih (Bag 1)

Pandangan Madzhab Ahlulbait Tentang Shalat Tarawih (Bag 1)
Share
Oleh Ustadz Ali As-Shofi
Madzhab Ahlulbait as tidak mengenal sholat tarawih
Dalam hadits-hadits madzhab Ahlulbait as tidak mengenal kata “sholat tarawih”, yang ada hanyalah sholat bulan Ramadhan. Imam Jafar Shodiq as pernah ditanya tentang shalat di bulan Ramadhan, maka Beliau menjawab:
قال ثلاث عشرة ركعة منها الوتر وركعتان قبل صلاة الفجر كذلك كان رسول الله صلى الله عليه وآله يصلي ولو كان فضلا لكان رسول الله صلى الله عليه وآله أعمل به وأحق
“Tiga belas raka’at termasuk di dalamnya witir dan dua raka’at sebelum shalat fajar, demikianlah Rasulullah saw shalat, dan seandainya ada yang lebih utama maka Rasulullah saw lebih berhak dalam mengamalkannya. [Tahdzib Al Ahkaam Syaikh Ath Thuusiy 3/69]
Riwayat diatas menegaskan bahwa 13 rokaat yg dilakukan seseorang dalam setiap hari bulan ramadhan adalah sholat yg dilakukan Rasulullah Saw pada setiap hari bulan ramadhan.
Madzhab Ahlulbait as tidak mengenal sholat sunnah berjamaah
Zuroroh dan Muhammad bin Muslim  bertanya kepada Imam Muhammad al-Baqir as dan Imam Jafar Shodiq as tentang sholat sunnah malam pada bulan ramadhan yg dilakukan secara berjamaah, mereka berdua as menjawab:
ان النبي صلى الله عليه وآله كان إذا صلى العشاء الآخرة انصرف إلى منزله، ثم يخرج من آخر الليل إلى المسجد فيقوم فيصلي، فخرج في أول ليلة من شهر رمضان ليصلي كما كان يصلي فاصطف الناس خلفه فهرب منهم إلى بيته وتركهم ففعلوا ذلك ثلاث ليال فقام في اليوم الرابع على منبره فحمد الله وأثنى عليه ثم قال: (أيها الناس إن الصلاة بالليل في شهر رمضان النافلة في جماعة بدعة، وصلاة الضحى بدعة ألا فلا تجتمعوا ليلا في شهر رمضان لصلاة الليل ولا تصلوا صلاة الضحى فان ذلك معصية
“Sesungguhnya Rasulullah Saw jika telah mengerjakan shalat Isya’ Beliau saw pulang ke rumahnya kemudian keluar ke masjid di akhir malam untuk shalat. Beliau Saw keluar di malam pertama di bulan Ramadhan untuk shalat seperti biasa kemudian orang-orang ikut shalat di belakangnya maka Beliau saw menghindar dari mereka, pulang ke rumahnya dan meninggalkan mereka, mereka melakukan hal ini tiga malam maka pada malam keempat Beliau naik mimbar mengucapkan pujian kepada Allah SWT dan berkata “Wahai manusia sesungguhnya shalat sunnah malam di bulan Ramadhan dengan berjama’ah adalah bid’ah dan shalat Dhuha adalah bid’ah, maka janganlah kalian berkumpul di malam bulan Ramadhan untuk shalat malam dan janganlah kalian melakukan shalat Dhuha, sesungguhnya yang demikian adalah dosa”. [Tahdzib Al Ahkam Syaikh Ath Thuusiy 3/69-70]
Berdasarkan riwayat ini dan yang sejenisnya maka dalam fiqih kelompok Syiah tidak pernah ada sholat sunnah apapun yg dilakukan secara berjamaah. Dan itu sudah menjadi kesepakatan dari seluruh ulama Syiah.
Shalat sunnah berjamaah adalah sunnah Umar bin Khattab.
Imam Ali as berkata:
والله لقد أمرت الناس أن لا يجتمعوا في شهر رمضان إلا في فريضة وأعلمتهم أن اجتماعهم في النوافل بدعة فتنادى بعض أهل عسكري ممن يقاتل معي: يا أهل الاسلام غيرت سنة عمر ينهانا عن الصلاة في شهر رمضان تطوعا
Demi Allah, ketika aku perintahkan orang-orang untuk  tidak berkumpul (untuk sholat sunnah berjamaah) pada bulan Ramadhan kecuali shalat wajib saja dan aku beritahu mereka bahwa berkumpul [shalat berjamaah] dalam shalat sunnah adalah bid’ah maka sebagian tentaraku yang berperang bersamaku berteriak “Wahai orang Islam, ia (Imam Ali as) ingin mengubah sunah Umar, ia melarang kita untuk shalat sunah di bulan Ramadhan” [Al Kafiy Al Kulainiy 8/62-63]
Dalam riwayat Imam Ali as diatas bisa kita telusuri awal mula diciptakannya sholat Sunnah berjamaah pada bulan ramadhan yg disebut sebagai sholat tarawih…
Umar mengatakan tarawih adalah sebaik-baiknya bid’ah
Ada kisah yang cukup terkenal dalam masalah Shalat Tarawih yang disebut bid’ah. Yaitu yg terdapat dalam sahih  Bukhori Hadist nomer.1871
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ القَارِيِّ ، أَنَّهُ قَالَ : ” خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى المَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ ، فَقَالَ عُمَرُ: “إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ ، لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ ، فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ: “نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ ” .
Dan ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata; Aku keluar bersama ‘Umar bin Al Khaththob pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata: Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata: Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam.
Terlepas dari perdebatan makna bid’ah dari perkataan Umar bin Khattab, namun pada kalimat akhir, Umar berkata: “Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam”.
Umar sendiri mengakui, bagi seseorang yg tidur di awal malam dan tidak melaksanakan sholat malam bulan romadhan (tarawih) demi untuk bangun pada malam hari dan melaksanakan sholat di akhir malam LEBIH BAIK dari orang yg melaksanakan sholat tarawih.
Dan itulah yg dilakukan oleh pengikut madzhab Ahlulbait as, mereka mereka lebih mengutamakan  meraih pahala yg lebih besar dengan melaksanakan sholat di akhir malam. Dan menurut Umar bin Khattab hal itu lebih baik daripada orang yg melaksanakan sholat di awal malam (tarawih)
Penutup
Pandangan yg disebutkan diatas menurut madzhab Ahlulbait as tidak menjadi hujjah bagi mazhab Ahlussunnah sebagaimana pula riwayat shahih di sisi mazhab Ahlussunnah tidak menjadi hujjah bagi mazhab Syi’ah. Perbedaan di antara kedua mazhab adalah suatu keniscayaan karena kitab pegangan masing-masing yang berbeda, yang bisa dilakukan adalah hendaknya masing-masing penganut kedua mazhab tersebut tidak menjadikan perbedaan itu sebagai bahan celaan.
Bersambung….

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel