RIWAYAT HIDUP SAYIDAH KHADIJAH (1)

RIWAYAT HIDUP SAYIDAH KHADIJAH (1)
Share

Oleh: Ust Ali As-Shofi
NASAB SAYIDAH KHADIJAH
Siti Khadijah adalah putri Khuwailid bin As’ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Siti Khadijah dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah. Nasab dari jalur ayahnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi dirinya. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushoy. Jadi Rasulullah Saw adalah keturunan ke 5 dari Qushoy dan adapun Khadijah keturunan ke 4 dari qushoy.
PERNIKAHAN RASULULLAH DENGAN KHADIJAH AS
Khadijah dinikahi Rasululah SAW masih perawans sepertiyg disebutkan oleh sayid Jafar murtadho alamili dalam kitabnya Sahih minas siroh, bahwa Khadijah AS menikah masih dalam keadaan perawan, dan Rasulullah SAW tidak memiliki putra-putri yang hidup selain Fatimah.
Sebagaimana yg kita ketahui bahwa qosim dan Abdullah, 2 putra Rasulullah SAW dari Khadijah telah meninggal dunia pada saat masih balita, adapun putra beliau ibrahim dari Maryam alqibthiyyah meninggal juga pada saat masih balita.
Adapun Zainab dan Ruqoyyah  adalah putri Halah adalah saudari Khadijah as dan ia pernah menikah dengan seorang dari Bani makhzum dan memiliki seorang putri bernama Halah, lalu ia bercerai dan menikah lagi dengan seorang dari Bani Tamim yaitu abu hindun, ia memiliki putra bernama hindun dan dua orang putri yg dinisbatkan kepada Rasululah SAW yaitu Zainab dan Ruqoyyah adalah putri bawaan dari suaminya yg dari Bani Tamim, jadi keduanya pun bukan putri Halah tapi putri bawaan dari suaminya yg kedua itu.
Nah, setelah suami kedua Halah meninggal, maka 2 putrinya dirawat oleh Khadijah dikarenakan Halah memang dalam keadaan miskin. Halah juga merupakan orang yg sering diutus Khadijah untuk menemui Rasulullah SAW. Dan tidak lama setelah pernikahan Khadijah dan Rasulullah SAW, Halah meninggal dunia dan kedua putrinya tinggal bersama Khadijah dan Rasulullah SAW, sebagaimana tradisi Jahiliah bahwa jika seseorang mengasuh anak-anak yang yatim maka nasibnya dinisbatkan kepada orang tua asuhnya.
Oleh karena itulah, Syahru asyub mengatakan wanita pertama yg dinikahi Rasulullah SAW adalah Khadijah dan dia dalam keadaan perawan. Dan itu juga dibuktikan oleh kemarahan para wanita-wanita bangsawan Mekah kepada Khadijah, mereka mengatakan, “kau menolak semua lamaran para pemuka quraisy namun kau menerima Muhammad yang miskin itu sebagai suamimu”.
UMUR KHADIJAH KETIKA MENIKAH DENGAN NABI SAW 25-28 TAHUN.
Albaihaqi mengatakan bahwa Khadijah menikah dengan nabi berumur 25 tahun. (dalail nubuwah 2/71)
Adapun ibnul katsir dalam sirohnya menyebutkan Khadijah meninggal berumur 50 tahun. (Siroh Ibnu Katsir 1/264)
Berarti rasulullah SAW Seumur Dengan Khadijah Ketika menikahinya.
Adapun alhakim annisaburi mengatakan khadijah menikah dengan Nabi pada umur 28 tahun itu berarti Khadijah AS wafat pada saat berumur 52. (Tarikh al-Khamis 1/264)
Awal perkenalan rasulullah saw dengan Khadijah as
Abu Thalib sebagai orang besar di kalangan Quraisy dan dikenal dengan kedermawanan, keberanian, dan keteguhan jiwa sangat prihatin terhadap kondisi kehidupan keponakannya yang serba sulit. Ia mengambil keputusan untuk mengutarakan keinginannya kepadanya. Suatu hari ia berkata kepadanya, “Khadijah putri Khuwailid, salah seorang saudagar (kaya) Quraisy sedang mencari seorang yang dapat dipercaya untuk diserahkan tanggungjawab mengurus dagangannya dan membawanya ke negeri Syam (Syiria). Alangkah baiknya jika engkau memperkenalkan dirimu kepadanya.”
Lalu Rasulullah Saw berkata:
Paman, Khadijah telah mengenal kejujuran dan amanahku. Mungkin ia sendiri yang akan mengutus seseorang kepadaku untuk mengutarakan usulan seperti usulan Anda itu”, jawabnya singkat.
Dan memang itulah yang terjadi. Karena ia sangat mengenal pemuda jujur Makkah itu dan juga mengetahui kondisi kehidupannya yang serba sulit. Menurut sebagian pendapat, ia juga mengetahui diskusi yang telah terjadi antara Muhammad al-Amin dan Abu Thalib. Ia mengutus seseorang untuk memanggil Muhammad. Ketika pertama kali bertemu dengannya, ia berkata,
“Satu hal yang membuatku tertarik kepadamu adalah kejujuran dan akhlakmu yang baik. Saya siap memberi dua kali lipat (upah) dari yang biasa kuberikan kepada orang lain dan mengutus dua budak bersamamu untuk menjadi pembantumu selama dalam perjalanan.”
Rasulullah SAW menceritakan apa yang telah terjadi kepada pamannya. Sang paman menjawab, “Kejadian ini adalah sebuah perantara untuk sebuah kehidupan yang telah Allah skenariokan untukmu. Ini adalah sebuah rezeki yang telah Allah anugerahkan kepadamu.”
Akhirnya Rasulullah Saw bekerja kepada Khadijah dan beliau membawa keberkahan bagi khadijah karena seluruh dagangannya laku keras.
Diceritakan, sesampainya rombongan di Makkah setalah berdagang di Syam, salah seorang budak yang bersama Rasulullah saw itu berkata kepada Khadijah, “Anda memiliki berita bagus. Rombongan dagangmu telah kembali dari Syam dengan membawa laba yang melimpah dan barang-barang dagangan yang sangat bagus.”
“Apa yang telah kalian katakan itu? Kalian pasti memiliki kenangan indah dalam perjalanan kali ini. Coba ceritakan kepadaku”, kata Khadijah.
Maisarah menceritakan dua kenangan indah kepadanya: Pertama, Muhammad al-Amin berselisih pendapat dengan seorang pedagang dalam suatu masalah. Pedagang itu berkata kepadanya, “Bersumpahlah demi Lâta dan ‘Uzzâ. Barulah akan kuterima ucapanmu.” Muhammad al-Amin menjawab, “Makhluk paling hina dan paling kubenci adalah Lâta dan ‘Uzzâ yang kau sembah itu.” Kedua, di Bushra, Muhammad al-Amin duduk di bawah sebuah pohon untuk beristirahat. Salah seorang Rahib melihatnya dari tempat peribadatannya. Ia menghampirinya dan menanyakan namanya. Ketika mendengar nama Muhammad al-Amin, ia berkata, “Orang ini adalah nabi yang telah banyak kubaca kabar gembira berkenaan dengannya.”
Melalui kisah-kisah mengesankan itu dan pengenalannya yang telah lama terhadap pemuda istimewa Makkah itu, api cinta Khadijah semakin berkobar. Di samping memberikan upah sesuai dengan kontrak dagang, Khadijah juga memberikan hadiah kepadanya sehingga Muhammad dapat memperbaiki kondisi hidupnya. Semua yang diterimanya dari Khadijah itu diserahkan kepada pamannya, Abu Thalib.
Karena hati Khadijah sudah tertambat kepada nabi Saw, bukan hanya karena ketampanan nya tapi karena akhlak beliau yg begitu agung. Suatu hari Khadijah as pernah mengungkapkan kecintaannhya kepada Rasulullah Saw.
““Engkau telah menguasai seluruh pikiranku. Aku mencintaimu seperti yang dikehendaki oleh Tuhanmu dan sesuai dengan keinginanmu.”
Lalu pada suatu hari, Khadijah mengutus seorang budaknya untuk mengundang Rasulullah Saw ke rumahnya, maka terjadilah sebuah percakapan diantara keduanya.
DIALOG UMMUL MUMININ KHADIJAH AS DAN RASULULLAH SAW.
“Rasulullah Saw mendapatkan penghormatan khusus dari Khadijah. Lalu Rasulullah Saw bertanya: “Apakah engkau memiliki keperluan yang dapat kulakukan?”
Putra Aminah tidak mengucapkan sepatah kata kecuali yg diperlukan saja.
Lalu Khadijah berkata:
“Apakah aku dapat bertanya sesuatu kepadamu?”
“Silakan.”
“Apakah yang akan kau lakukan dengan upah perdagangan itu?”
“Apa maksudmu?”
“Aku ingin tahu apakah aku dapat melakuan sesuatu untukmu?”
“Pamanku, Abu Thalib menginginkan aku menikah dengan modal tersebut.”
Dengan senyuman yang bercampur dengan kebahagiaan Khadijah berkata, “Apakah kamu setuju jika aku merealisasikan keinginan pamanmu itu? Aku kenal seorang wanita yang—dari segi kesempurnaan dan kecantikan—sangat sesuai denganmu; seorang wanita yang baik dan suci. Sudah banyak orang yang ingin menjalin hubungan dengannya dan wanita-wanita pembesar Arab iri kepadanya..”
“Siapakah namanya?”
“Budakmu, Khadijah!”
“Oh, Tuhanku! Ia telah bercerita tentang dirinya. Jika kuangkat kepalaku, apa yang dapat kukatakan?”
“Mengapa engkau tidak menjawabku? Kata Khadijah, Demi Allah, aku sangat mencintaimu dan tidak akan pernah menentangmu dalam setiap keadaan.”
Diamnya Muhammad yang disertai dengan kewibawaan dan kesopanan itu membuat air mata Khadijah menetes, dan ia melantunkan beberapa bait syair secara spontan.
“Hatiku telah tertambat kepadamu. Di dalam taman hatiku terdapat kecintaanmu. Jika engkau tidak menerima tawaranku, ruhku akan terbang dari ragaku.”
“Mengapa engkau tidak menjawabku? Kerelaanmu adalah kerelaanku dan aku selalu menaatimu.”
“Mengapa engkau berkata demikian? Jawab Rasulullah saw, engkau adalah ratu Arab dan aku seorang pemuda miskin.”
“Orang yang rela mengorbankan jiwanya untukmu, apakah ia mau mempertahankan hartanya?, Wahai putra kepercayaan Makkah, wahai pondasi wujud dan seluruh harapanku, aku akan menutupi kepapaanmu, seluruh yang ada pada diriku ‘kan kukorbankan untukmu.
Wahai matahari Makkah yang benderang, memancarlah dari jendela harapanku dan wujudkanlah harapan pamanmu yang sudah tua yang selalu mengharapkan engkau bersanding dengan seorang wanita.
Jangan kau cela aku. Berikanlah hak kepadaku jika aku tergila-gila kepadamu. Zulaikha pernah melihat Yusuf dan ia menjadi tergila-gila, dan para wanita Mesir terpesona oleh ketampanannya.
Engkau sangatlah agung. Jangan kau membuatku putus-asa. Demi Ka’bah dan bukit Shafâ, jangan kau usir aku dari dirimu. Bangun dan pergilah menemui paman-pamanmu, serta utuslah mereka untuk meminangku. Engkau akan mendapatiku sebagai wanita yang tegar dan setia.”
Persiapan meminang Khadijah
Akhirnya Rasulullah Saw berbicara kepada pamannya abu Thalib dan juga paman-pamannya yang lain, namun Abu lahab berkata, “Keponakanku, jangan kau jadikan keluarga kita sebagai buah bibir seluruh penduduk Arab. Engkau tidak layak untuk seorang Khadijah.”
Abbas beranjak dari tempatnya dan menjawab perkataan Abu Lahab itu dengan lantang. Ia berkata, “Engkau adalah seorang yang hina dan berperilaku buruk. Cela apakah yang dapat mereka temukan berkenaan dengan keponakanku? Ia memiliki ketampanan yang memikat dan kesempurnaan yang tak terbatas. Bagaimana mungkin Khadijah menganggap dirinya lebih tinggi darinya? Dengan perantara harta, kecantikan, atau kesempurnaannya? Demi Tuhan Ka’bah, jika ia meminta mahar darinya, maka akan kutunggangi kudaku untuk berkeliling di padang sahara dan memasuki kerajaan para raja untuk menyediakan apa yang diminta oleh Khadijah itu.”
Akhirnya bibi beliau shafiyyah binti Abdul Muthalib menengahi dan ingin mendengar langsung dengan mendatangi rumahnya.
Ia mengetuk pintu rumah Khadijah. Para sahaya mengantarkannya bertemu Khadijah dan menjamunya dengan penuh kehormatan. Khadijah ingin mengambilkan makanan untuknya. Akan tetapi, ia berkata, “Aku tidak datang untuk sebuah makanan. Aku datang untuk menanyakan sesuatu.”
Khadijah yang memahami maksudnya dengan isyarat tersebut berkata, “Hal itu benar. Jika kau mau, sebarkan hal ini atau rahasiakan saja dulu. Aku telah meminang Muhammad untuk diriku dan menerima mahar yang diusulkannya. Jangan sampai kalian membohongkannya. Aku tahu bahwa Tuhan semesta alam telah membenarkannya.”
Shafiah tersenyum merekah seraya berkata, “Aku memahami jika engkau memiliki rasa cinta demikian. Aku sendiri belum pernah melihat wajah bercahaya seperti wajah Muhammad, belum pernah mendengar ucapan yang lebih menarik dari ucapannya, dan belum pernah melihat gaya bicara yang lebih mulia dari gaya bicaranya.”
Shafiah ingin keluar dari rumah Khadijah, tapi Khadijah tidak mengizinkannya seraya berkata, “Sabar dulu sebentar.” Ia lalu beranjak dan mengambil secarik kain yang sangat berharga. Ia memberikannya kepada Shafiah sebagai hadiah, lalu memeluknya seraya memohon sesuatu. Ia berkata, “Demi Allah, tolonglah aku sehingga aku dapat menjadi istri Muhammad.” Shafiah berjanji untuk membantunya sekuat tenaga. Lalu, ia bergegas pergi ke rumah saudara-saudaranya.
Singkat cerita datanglah abu Thalib dan beberapa kerabat Rasulullah ke rumah paman Khadijah waroqoh bin naufal, karena pada saat itu ayah khadijah as telah wafat, dan akhirnya Khadijah berkata:
lalu ia mengucapkan akad nikah sendiri sebagai berikut:
”Muhammad yang mulia, aku nikahkan diriku untukmu dan maskawin serta biaya perkawinan ini aku ambil dari kakayaanku. Katakanlah kepada pamanmu untuk menyembelih unta, menyiapkan resepsi perkawinan dan masuklah ke rumah istrimu kapan saja engkau mau.”
Abu Thalib mendengar hal itu lalu berkata: ”Jadilah kalian saksi bahwa Khadijah telah menerima maskawin yang diambil dari hartannya.”
Sebagian orang Ouraisy yang hadir di situ, karena merasa iri, dengan suara mengejek berteriak; ”Aneh sekali! Dulu kaum lelaki yang memberi maskawin, tapi sekarang kami lihat orang perempuan yang justru menyerahkan maskawin kepada calon suaminya.”
Abu Thalib merasa terpukul dan marah dengan ucapan ini (dia adalah lelaki kharismatik dimana orang ketakutan sewaktu marah) lalu berkata: ”Jika mempelai lelaki seperti keponakanku maka tidak menjadi masalah perempuan yang memberi maskawin yang mahal, akan tetapi jika yang menikah seperti kamu maka memang selayaknya kamu menanggung maskawin yang besar.”
Akhirnya, Abu Thalib menyembelih unta dan mengadakan walimah serta menikahkan Nabi saw dengan Khadijah.

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel