Sujud Diatas Tanah

Sujud Diatas Tanah
Share

Oleh: Ust Ali As Shofi
Dalam fikih Syiah ahlulbait as sujud di atas tanah merupakan perintah Rasulullah dan para imam ahlulbait a.s.
Dalam Fiqh Al-Imâm Ja’far diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Imam Ja’far as tentang tempat yang boleh dijadikan tempat sujud. Beliau mengatakan,“Tidak boleh sujud kecuali di atas ardh (tanah, bumi) atau yang tumbuh di bumi, kecuali yang dimakan atau dipakai.”
Orang itu bertanya apa sebabnya, kemudian Imam menjawab, “Sujud merupakan ketundukan kepada Allah, maka tidaklah layak dilakukan di atas apa yang boleh dimakan dan dipakai, *karena manusia adalah hamba dari apa yang mereka makan dan mereka pakai*, sedangkan sujud adalah kondisi beribadah kepada Allah…”.
Sholat adalah amalan utama dalam Islam dan sujud dalam sebuah riwayat adalah “keadaan terdekat antara seorang hamba dan Allah”.
Oleh karena itulah dalam sholat apalagi sujud, kita harus melepaskan segala hal yg berkaitan dengan keduniawian dan menghambakan diri total dihadapan Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan perintah Nabi Muhammad saw sebagaimana yang juga dikabarkan oleh Jabir bin Abdillah dalam Shahîh Al-Bukhârî, no.hadits 419
أخبرنا جابر بن عبد الله أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: … جعلت لي الأرض مسجداً وطهوراً
“Dijadikannya tanah (bumi) bagiku sebagai tempat untuk bersujud dan suci.”
Para ulama fikih Syiah memandang hadis nabi saw di atas dengan wajibnya sujud di atas tanah atau sesuatu yang tumbuh dan berasal dari tanah nun tidak dimakan dan digunakan untuk pakaian.
Pemahaman ulama Syiah tersebut didukung pula oleh beberapa hadits sahih dari kalangan Ahlussunnah.
1. Dalam Syarah hadits Bukhori, Imam Ibnu Hajar menukil riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri Ra, beliau ra menceritakan, pada suatu hari atap masjid yang terbuat dari pelepah kurma bocor karena hujan…..
فَصَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ وَالْمَاءِ عَلَى جَبْهَةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Namun nabi Saw tetap sholat di masjid tersebut, sampai aku melihat *bekas tanah dan air di kening Rasulullah Saw*. (Fathul bari, Kitabul Adzan 135/813)
2. Dalam Sunan Baihaqi 1/439 dan Musnad Ahmad 3/327, terdapat sebuah riwayat dari Jabir bin Abdillah al-Anshori Ra, beliau ra berkata:
كنتُ أصلي مع رسول الله ( صلَّى الله عليه و آله ) الظهر فآخذُ قبضةً من حصى في كفّي لِتَبْرُد حتى أسجد عليه من شدة الحر ”
Aku sholat dzuhur bersama Rasulullah Saw dan aku mengambil dan menggenggam kerikil di telapak tanganku untuk mendinginkannya agar aku dapat sujud diatasnya untuk melindungiku dari panas”.
Mungkin ada yg menyangkal bahwa dua riwayat diatas ialah dikarenakan pada zaman dahulu belum ada karpet atau permadani, jadi wajar saja Rasulullah Saw dan para sahabat ra sujud diatas tanah dan kerikil. Apalagi dua riwayat diatas tidak ada keterangan yang menegaskan haramnya sholat di atas permadani atau karpet.
Untuk menjawab bantahan tersebut, ada baiknya kita lanjutkan pada hadits berikut ini.
diriwayatkan dalam Sunan Al-Baihaqî no.haditsb2435, dari Iyaddh bin Abdullah al-Quraisy, beliau berkata:
رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا يسجد على كور عمامته فأوما بيده ارفع عمامتك وأومأ إلى جبهته
“Rasulullah saw melihat seseorang sujud di atas lilitan serbannya. Maka beliau memberi isyarat dengan tangannya agar ia mengangkat serbannya sambil menunjuk pada dahinya.”
Dalam Musnad Ahmad, no.hadits 8543:
روى أبو صالح قال: دخلت على أُمّ سلمة، فدخل عليها ابن أخ لها فصلّى في بيتها ركعتين، فلمّا سجد نفخ التراب، فقالت أُمّ سلمة: ابن أخي لا تنفخ، فإنّي سمعت رسول اللّه (صلى الله عليه وآله وسلم) يقول لغلام له يقال له يسار ونفخ: ترّب وجهك للّه
Abu Shalih meriwayatkan: Saya menemui Ummu Salamah lalu anak saudaranya masuk ke rumah. Ia salat dua rakaat di sana. Ketika bersujud, ia meniup tanah (di atas tempat sujudnya). Ummu Salamah berkata, “Anak saudaraku, jangan meniup tanah itu! Sungguh aku mendengar Rasulullah saw bersabda kepada seorang budaknya yang bernama Yasar, “Lekatkanlah wajahmu pada tanah karena Allah.”
Oleh karena itulah Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Umm berkata:
وَلَوْ سَجَدَ عَلَى رَأْسِهِ ، وَلَمْ يُمِسَّ شَيْئًا مِنْ جَبْهَتِهِ الْأَرْضَ لَمْ يَجْزِهِ السُّجُودُ ، وَإِنْ سَجَدَ عَلَى رَأْسِهِ فَمَاسَّ شَيْئًا مِنْ جَبْهَتِهِ الْأَرْضَ أَجْزَأَهُ السُّجُودُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ، وَلَوْ سَجَدَ عَلَى جَبْهَتِهِ وَدُونَهَا ثَوْبٌ أَوْ غَيْرُهُ لَمْ يَجْزِهِ السُّجُودُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ جَرِيحًا فَيَكُونُ ذَلِكَ عُذْرًا ، وَلَوْ سَجَدَ عَلَيْهَا وَعَلَيْهَا ثَوْبٌ مُتَخَرِّقٌ فَمَاسَّ شَيْئًا مِنْ جَبْهَتِهِ عَلَى الْأَرْضِ أَجْزَأَهُ ذَلِكَ لِأَنَّهُ سَاجِدٌ وَشَيْءٌ مِنْ جَبْهَتِهِ عَلَى الْأَرْضِ
“Apabila seseorang sujud dan dahinya sama sekali tidak menyentuh tanah, maka sujudnya dianggap tidak sah. Tetapi jika seseorang sujud dan bagian dahinya menyentuh tanah (al-ardh), maka sujudnya dianggap cukup dan sah, insya Allah Taala. Bila ia sujud dan pada dahinya terdapat kain atau selainnya belumlah dinyatakan sah kecuali terdapat luka, karena itu adalah uzur. Jika ia sujud dan pada dahinya terdapat kain yang robek sehingga bagian dari dahinya menyentuh tanah maka sah karena ia sujud dengan bagian dari dahinya menyentuh tanah.” (Al-Umm, 1/114)

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel