Kedudukan istri-istri para Nabi

Kedudukan istri-istri para Nabi
Share

Oleh: Ust Ali As-Shofi
Bagaimana cerita istri para nabi di dalam al-Quran?
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ} [التحريم :
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”.
Ayat di atas menceritakan tentang istri nabi Nuh as dan nabi Luth as, yg telah ingkar dan menentang suaminya yg seorang nabi. Dan ini menunjukan bahwa tidak ada jaminan seorang istri nabi pasti baik, dan juga tidak secara otomatis menunjukan bahwa dakwah suaminya telah gagal karena tugas seorang nabi hanya menyampaikan apa yg diperintahkan Allah dan manusia bebas untuk menerima atau menolak dakwahnya, tentu dengan segala konsekwensinya.
Allah SWT berfirmanan dalam Asy-Syuro : 48
فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ۖ إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا الْبَلَاغُ ۗ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ كَفُورٌ
Jika mereka berpaling, maka (Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. *Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)*. Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami, dia menyambutnya dengan gembira; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan karena perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), sungguh, manusia itu sangat ingkar.
2. Bagaimana kedudukan istri Rasulullah Saw dalam Islam?
Dalam Alquran Allah SWT telah mensifati istri-istri Nabi SAW sebagai ibunda kaum Mukminin,
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka (AL-Ahzab:6)
sedangkan dalam ayat yang lain Allah SWT menyebutkan bahwa penamaan “ibu” itu untuk wanita yang melahirkan.
Allah berfirman:
إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang telah melahirkan mereka.
(Al-Mujadilah/58:2)
Sebagaimana yang kita pahami bahwa dalam Alquran tidak akan didapati perbedaan dan pertentangan antara satu ayat dengan ayat lainnya.
Oleh karena itu perlu dijelaskan maksud dari gelar “Ummahat” yang Allah SWT berikan kepada para istri Rasulullah SAW.
MAKNA ISTRI NABI SAW ADALAH IBU KAUM MUSLIMIN
1. Istri Nabi SAW haram dinikah
Ibnu Jarir menyebutkan dari Qatadah tentang tafsir firman Allah SWT
وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
Isteri-isteri nabi adalah ibu-ibu mereka (Al-Ahzab/33:6)
Beliau berkata, “Dengan (kedudukan) tersebut Allah mengagungkan hak-hak mereka.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Qatadah beliau mengatakan, “Maksudnya ibu-ibu mereka dari sisi haramnya seorang Mukmin menikahi salah seorang istri Nabi SAW baik tatkala Beliau SAW masih hidup atau setelah Beliau SAW wafat. Mereka haram untuk dinikahi seperti haramnya menikahi ibu kandung sendiri.”
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Ibnu Zaid mengenai makna ayat diatas, bahwa maksudnya adalah mereka haram dinikahi oleh orang-orang Mukmin.
Jadi jelas maksudnya bahwa istri Nabi SAW disebut sebagai ibunya kaum muminin ialah Karena mereka dilarang menikahi para istri-istri Rasulullah SAW, walaupun nabi Saw telah wafat, namun sebagaimana Imam syafi’i mengatakan bahwa hukum-hukum lain tidak berlaku, yakni bukan secara otomatis kaum muslimin dianggap sebagai putra-putri para istri Rasulullah SAW, oleh karena itulah kaum muslimin boleh menikahi putri Rasulullah SAW dan itu terbukti dalam sejarah bahwa rasulullah SAW menikahkan putrinya Fatimah AS dengan sayidina Ali AS dan tidak dianggap sebagai pernikahan sedarah.
Imam Qurtubi juga menambahkan istri-istri Rasulullah SAW tetap wajib menutup hijab dihadapan kaum muslimin.
Sebagaimana yang termaktub dalam Alquran
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab:59)
Allah juga berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) menikahi isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Ahzab:53)
Nah, dari pernyataan ini jelas bahwa yang dimaksud “istri-istri Rasulullah SAW adalah ibunya kaum muslimin” ialah karena mereka tidak boleh menikah lagi dengan laki-laki lain setelah mereka menikah dengan Rasulullah SAW. Dan itu dijelaskan pula oleh AL-Quran dalam surat AL-Ahzab 53,
وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelahnya (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah.
Dan surat AL-Ahzab 53 diatas memiliki kaitan erat dengan surat AL-Ahzab ayat 6 dari sisi asbabun nuzulnya.
Asbabun Nuzul al-Ahzab ayat 53
Dalam tafsir Ibnu katsir disebutkan:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi bahwa Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata: “Mengapa Muhammad membuat hijab antara kita dengan putri-putri paman kita, padahal beliau sendiri mengawini istri-istri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengawini bekas istri beliau.
Maka turunlah akhir ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan itu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm bahwa ayat ini (al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan ucapan Thalhah bin ‘Ubaidillah yang berkata: “Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengawini ‘Aisyah.”
Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada seorang istri Rasululah saw. dan bercakap-cakap dengannya. Laki-laki itu adalah anak paman istri Rasulullah. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Janganlah kamu berbuat seperti itu lagi.” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, ia adalah putri pamanku. Demi Allah, aku tidak berkata yang munkar dan iapun tidak berkata yang mungkar.”
Rasulullah saw. bersabda: “Aku tahu hal itu. Sesungguhnya tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah, dan tidak ada seorangpun yang lebih cemburu daripada aku.”
Dengan rasa dongkol orang itu pun pergi dan berkata: “Ia menghalangi aku bercakap-cakap dengan anak pamanku. Sungguh aku akan kawin dengannya setelah beliau wafat.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan itu.
Berkatalah Ibnu ‘Abbas : “Orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh unta untuk digunakan fisabilillah dan naik haji sambil berjalan kaki, dengan maksud tobat atas omongannya itu.”
Imam Qurtubi menyebutkan:
Kejadian ini juga menjadi asbabun nuzul Al-Ahzab 6.
Pendapat ulama Syiah tentang istri-istri nabi SAW
قال الشيخ الطوسي: «عندنا أنّ حكم من فارقها النبي صلى الله عليه وآله وسلم في حياته حكم من مات عنها، في أنّها لا تحلّ لأحد أن يتزوّجها» (الخلاف ٢٤٥/٤)
Syekh Thusi berkata dalam al-Khilaf 4/245:
Menurut kami seorang wanita yang telah diceraikan oleh Rasulullah Saw sama hukumnya dengan seorang yang ditinggal wafat oleh Rasulullah Saw, yaitu mereka tidak boleh dinikahi oleh siapapun.
Hal yg Sama juga diungkapkan oleh syekh Kurki dalam:
Jami’ al-Maqoshid 12/64 begitu pula para ulama Syiah lainnya.
Istri Nabi berkedudukan sebagaimana seorang ibu
Zainuddin bin nuruddin alamili (cucu alamiah hili) atau biasa dikenal dengan Syahid tsani, seorang ulama Syiah paling menonjol pada abad 10 mengatakan ketika mengomentari surat AL-Ahzab ayat 6:
ومعنى ذلك أنّه ينبغي احترامهنّ والتعامل بأدبٍ معهنّ، فإنّ في ذلك احترام الرسول صلى الله عليه وآله وسلم (الشهيد الثاني، مسالك الأفهام، ج 7، ص 81)
Kita harus menghormati mereka dan memuliakan diri mereka. Karena hal itu juga merupakan penghormatan kepada Rasulullah Saw. (Masalikul Ifham 7/71)
Karena memang kedudukan mereka seperti kedudukan ibu kandung kita, maka penghormatan kita kepada mereka juga harus seperti penghormatan kita kepada ibu-ibu kita.
Alquran jelas-jelas memerintahkan kita untuk menghormati orangtua kita, Allah berfirman:
(وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا * وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا ﴾ [الإسراء: 23-24].
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku di waktu kecil’.” (QS. Al-Isra : 23-24)
Namun apakah seorang ibu bisa berbuat salah? Tentu hal itu mungkin sekali terjadi.
jadi menghormati seorang ibu bukan berarti harus mengatakan bahwa mereka tidak pernah bersalah. Dan itulah ya dilakukan oleh Imam Ali as setelah perang Jamal dengan ummul muminin Aisyah, beliau memerintahkan Muhammad bin Abubakar (saudara Aisyah),”Wahai Muhammad Jaga Kakakmu dan jangan biarkan siapapun mendekatinya selainmu.dan biarlah ia beristirahat dulu di sebuah rumah milik saudagar kaya bernama Abdullah Bin Kholaf di basrah”.
Aisyah tinggal di sana selama tiga hari ditemani safiyah binti Haris sebelum dipulangkan ke madinah. Dan  akhirnya Aisyah dipulangkan dengan ditemani oleh Muhamad dan Abdurahman bin Abubakar dan beberapa wanita ya menggunakan pakaian pria dengan membawahi pedang dan Aisyah dipulangkan dengan terhormat. (Al-Masudi 3/113-114)
HUKUM LAIN YANG KHUSUS BERLAKU KEPADA ISTRI NABI SAW
33.Al-Ahzāb : 33
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.
Oleh karena itulah dalam Fathul bari Ibnu Hajar mengutip perkataan Ummul mukminin Ummu salamah ra, beliau berkata:
لا يحركني ظهر بعير حتى القى النبي (ص)
)كتاب فضائل الصحابة باب فضل عائشة (ر) – رقم الصفحة : (83(
Ummu Salamah berkata:
“Punggung unta tidak pernah menggerakanku (tidak pernah naik unta untuk keluar rumah)”. (Fadhil shohabah – Fadhil Aisyah 83)
Dan dalam riwayat lain dalam Musnad Ahmad disebutkan ketika Ummul mukminin Aisyah membaca al-Quran dan sampai pada ayat ini, maka jlibabnya basah berlinang air mata karena menyesali dari persitiwa Jamal tersebut.
من سمع عائشة تقرأ : وقرن في بيوتكن ( الأحزاب : 33 ) ، فتبكي حتى تبل خمارها.
Ketika Aisyah membaca surat al-Ahzab 33 ia menangis sampaijilbabnya basah karena air mata. (musnah Ahmad 1/no.135)

1 Response to "Kedudukan istri-istri para Nabi"

  1. Terimakasih atas ilmunya yang sangat sangat bermanfaat sekali

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel